Tim peneliti AS, untuk pertama kalinya berhasil memproduksi sel punca
embrionik dari embrio manusia hasil kloning. Mereka menyebutnya sebagai
"langkah maju signifikan" dalam dunia kedokteran.
Selama lebih dari satu dekade, para ilmuwan mencoba memperoleh sel punca
dari embrio manusia hasil kloning. Dalam percobaan-percobaan
sebelumnya, perkembangan embrio terhenti sebelum menghasilkan sel punca.
Sel punca bisa dikembangkan menjadi beragam sel jaringan tubuh, seperti otot, syaraf, otak, jantung, atau sel-sel lainnya. Pakar kesehatan sejak lama tertarik untuk memanfaatkan sel punca untuk menghasilkan jaringan bagi transplantasi yang bisa menyembuhkan penyakit genetika seperti Parkinson, multiple sclerosis (MS), cidera pada sumsum tulang belakang, dan kebutaan.
Namun, karena transplantasi beresiko ditolak oleh tubuh, para ilmuwan memilih untuk memproduksi jaringan yang menggunakan DNA pasien sendiri melalui sistem kloning.
Teknik yang diterapkan oleh para peneliti di Oregon State University dipaparkan dalam jurnal ilmiah Cell. Prosedurnya, informasi genetika sel dewasa dicangkokkan pada telur donor yang telah dilucuti semua material DNA-nya.
"Pemeriksaan menyeluruh sel punca yang dihasilkan melalui teknik ini, menunjukkan kemampuan untuk melakukan perubahan seperti halnya sel punca embrionik normal," ujar Shoukhrat Mitalipov, ilmuwan senior di Oregon National Primate Research Center.
Mitalipov mengatakan, karena sel yang diprogram ulang menggunakan materi genetika pasien sendiri, tidak ada kekhawatiran adanya reaksi penolakan tubuh terhadap organ transplantasi.
Teknik Kloning Dolly
Teknik ini adalah variasi dari metode yang disebut sebagai transfer inti sel somatik. Cara yang sama digunakan untuk menghasilkan kloning domba Dolly di tahun 1996. Dolly adalah mamalia pertama yang berhasil dikloning.
"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengembangkan terapi sel punca yang aman dan efektif. Kami yakin ini langkah penting dalam pengembangan sel yang bisa digunakan dalam ilmu kedokteran regeneratif," kata Mitalipov.
Ia menambahkan, dalam penelitian tersebut, sel manusia tampak lebih rapuh dibandingkan sel monyet yang menjalani teknik yang sama. Namun, para peneliti belum berhasil memproduksi kloning monyet. Artinya, metode ini tidak akan bisa diterapkan untuk "menciptakan" kloning manusia, jelas Mitalipov.
"Kemajuan transfer inti sel sering memicu diskusi publik tentang masalah etik kloning manusia. Tapi ini bukan fokus kami. Kami juga yakin, temuan kami tidak akan bisa dimanfaatkan pihak lain untuk mengkloning manusia," tandasnya.
vlz/as (afp, ap, rtr)
Sel punca bisa dikembangkan menjadi beragam sel jaringan tubuh, seperti otot, syaraf, otak, jantung, atau sel-sel lainnya. Pakar kesehatan sejak lama tertarik untuk memanfaatkan sel punca untuk menghasilkan jaringan bagi transplantasi yang bisa menyembuhkan penyakit genetika seperti Parkinson, multiple sclerosis (MS), cidera pada sumsum tulang belakang, dan kebutaan.
Namun, karena transplantasi beresiko ditolak oleh tubuh, para ilmuwan memilih untuk memproduksi jaringan yang menggunakan DNA pasien sendiri melalui sistem kloning.
Teknik yang diterapkan oleh para peneliti di Oregon State University dipaparkan dalam jurnal ilmiah Cell. Prosedurnya, informasi genetika sel dewasa dicangkokkan pada telur donor yang telah dilucuti semua material DNA-nya.
"Pemeriksaan menyeluruh sel punca yang dihasilkan melalui teknik ini, menunjukkan kemampuan untuk melakukan perubahan seperti halnya sel punca embrionik normal," ujar Shoukhrat Mitalipov, ilmuwan senior di Oregon National Primate Research Center.
Mitalipov mengatakan, karena sel yang diprogram ulang menggunakan materi genetika pasien sendiri, tidak ada kekhawatiran adanya reaksi penolakan tubuh terhadap organ transplantasi.
Teknik Kloning Dolly
Teknik ini adalah variasi dari metode yang disebut sebagai transfer inti sel somatik. Cara yang sama digunakan untuk menghasilkan kloning domba Dolly di tahun 1996. Dolly adalah mamalia pertama yang berhasil dikloning.
"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengembangkan terapi sel punca yang aman dan efektif. Kami yakin ini langkah penting dalam pengembangan sel yang bisa digunakan dalam ilmu kedokteran regeneratif," kata Mitalipov.
Ia menambahkan, dalam penelitian tersebut, sel manusia tampak lebih rapuh dibandingkan sel monyet yang menjalani teknik yang sama. Namun, para peneliti belum berhasil memproduksi kloning monyet. Artinya, metode ini tidak akan bisa diterapkan untuk "menciptakan" kloning manusia, jelas Mitalipov.
"Kemajuan transfer inti sel sering memicu diskusi publik tentang masalah etik kloning manusia. Tapi ini bukan fokus kami. Kami juga yakin, temuan kami tidak akan bisa dimanfaatkan pihak lain untuk mengkloning manusia," tandasnya.
vlz/as (afp, ap, rtr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar